Senja hampir bergulir di Desa Gapuro, Gresik, Jawa
Timur, menjelang bulan Ramadhan itu. Tak ada angin. Awan seperti berhenti
berarak. Batu pualam berukir kaligrafi indah itu terpacak bagaikan saksi
sejarah. Itulah nisan makam almarhum Syekh Maulana Malik Ibrahim, yang wafat
pada 12 Rabiul Awal 822 Hijriah, atau 8 April 1419.
Di latar nisan itu tersurat ayat suci Al-Quran:
surat Ali Imran 185, Ar-Rahman 26-27, At-Taubah 21-22, dan Ayat Kursi. Ada juga
rangkaian kata pujian dalam bahasa Arab bagi Malik Ibrahim: ''Ia guru yang
dibanggakan para pejabat, tempat para sultan dan menteri meminta nasihat. Orang
yang santun dan murah hati terhadap fakir miskin. Orang yang berbahagia karena
mati syahid, tersanjung dalam bidang pemerintahan dan agama.''
Demikian terjemahan bebas inskripsi di nisan
pualam makam berbangun lengkung menyerupai kubah itu. Dalam beberapa sumber
sejarah tradisional, Syekh Maulana Malik Ibrahim disebut sebagai anggota Wali
Songo, tokoh sentral penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Sejarawan G.W.J.
Drewes menegaskan, Maulana Malik Ibrahim adalah tokoh yang pertama-tama
dipandang sebagai wali di antara para wali.